Wednesday, January 7, 2009

For Semeter Vb Students: Translation

Dear students,

to continue our classroom discussion on the challenges of translating Bahasa Indonesia into English, please copy and read the following extract from a research report. I do suggest you to read the complete research report at:

http://mashadi.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/4784/STRATEGI+PENERJEMAHAN+UNTUK+KONSEP
+YANG+TIDAK+DIKENAL+DALAM+BAHASA+PENERIMA.doc

STRATEGI PENERJEMAHAN UNTUK KONSEP YANG TIDAK DIKENAL DALAM BAHASA PENERIMA


Courtesy:

Dr. Mashadi Said, M.Pd., dkk.

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS GUNADARMA

RINGKASAN:

Salah satu masalah serius yang dihadapi penerjemah dalam aktivitas penerjemahan ialah menerjemahkan kata atau ungkapan yang mengandung unsur sosial budaya yang sangat khas pada budaya bahasa sumber. Banyak penerjemah pemula gagal mengungkapkan kembali makna yang terkandung dalam bahasa sumber karena tidak memahami strategi yang dapat ditempuh untuk mengalihkan konsep tersebut dari bahasa sumber ke bahasa penerima.

Munculnya masalah kenirpadanan dalam bahasa penerima disebabkan karena tidak ada padanan kata atau frasa yang tepat yang langsung dapat digunakan untuk mengungkapkan kembali isi pesan yang terkandung dalam kata atau frasa bahasa sumber. Kata seperti rumah dalam bahasa Indonesia memiliki padanan langsung dalam bahasa Inggris, yaitu house, tetapi kata seperti bersila tidak ditemukan dalam bahasa Inggris. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan cara pandang, adat istiadat, kepercayaan, perbedaan geografis, dan berbagai faktor lain.

Tujuan penelitian ini adalah menemukan strategi penerjemahan yang ditempuh oleh penerjemah profesional dalam menerjemahkan kata atau ungkapan yang tidak memiliki padanan langsung dalam bahasa penerima, dalam hal ini dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Dengan menggunakan karya sastra terjemahan bahasa Inggris dari bahasa Indonesia yang diproduksi oleh The Lontar Foundation, Jakarta, sebagai sumber data, dan dengan menggunakan analisis kualitatif-komparatif, strategi penerjemahan untuk kata atau konsep yang tidak memiliki padanan langsung dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, dan beberapa strategi penerjemahan dapat terungkap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada sejumlah kata atau ungkapan yang tidak memiliki padanan langsung dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Kata-kata itu adalah kata yang terkait erat dengan kebudayaan khas Indonesia (sistem religi dan kepercayaan, sistem pelapisan sosial, sistem organisasi, mata pencaharian, kebiasaan, artifak, dan lingkungan). Untuk mengatasi masalah tersebut, strategi yang digunakan oleh penerjemah profesional meliputi pola khusus-umum, modifikasi dengan ciri dan bentuk, modifikasi dengan bentuk dan fungsi, padanan budaya, padanan deskriptif, kata serapan, pentransferan, pola umum-khusus, dan harfiah. Ditemukan pula bahwa strategi penerjemahan yang paling umum digunakan adalah padanan deskriptif dan budaya.

Strategi Penerjemahan

Secara teoretis, menurut Beekman dan Callow (dalam Larson 1984:163) cara menerjemahkan konsep yang tidak dikenal meliputi tiga alternatif, yaitu:

a) kata generik dengan frasa deskriptif

b) kata pinjaman

c) pengganti kebudayaan

Lebih lanjut Larson (1984:163-5) menjelaskan bahwa untuk menemukan padanan leksikal yang baik, perlu diketahui hubungan bentuk dan fungsi. Ada empat kemungkinan. Pertama, benda atau kejadian dalam satu bahasa dan kebudayaan mungkin mempunyai bentuk dan fungsi yang sama dalam bahasa lain. Misalnya, telinga memiliki bentuk dan fungsinya sama dalam semua budaya dan bahasa. Kedua, bentuk mungkin sama tetapi fungsinya berbeda. Kata roti memiliki bentuk yang sama dalam dua kebudayaan, tetapi fungsinya berbeda. Pada satu kebudayaan roti berfungsi sebagai makanan pokok, tetapi dalam budaya yang lain berfungsi sebagai makanan ringan. Kemungkinan ketiga, bentuk yang sama tidak terdapat dalam bahasa penerima, tetapi ada benda atau kejadian yang mempunyai fungsi yang sama. Misalnya, dalam satu kebudayaan, roti mungkin merupakan ‘bahan pokok dalam kehidupan” atau makanan utama. Dalam kebudayaan lain, seperti kebanyakan kelompok bahasa di daerah hutan tropis, ‘bahan pokok dalam kehidupan” adalah singkong. Roti dan singkong mempunyai bentuk yang berbeda, tetapi fungsinya sama dalam kedua kebudayaan itu. Kemungkinan keempat ialah bahwa bentuk dan fungsi mungkin sama sekali tidak ada hubungannya. Kata itu mungkin merujuk ke sesuatu yang tidak terdapat dalam kebudayaan sasaran, dan dalam kebudayaan sasaran tidak ada unsur lain yang mempunyai fungsi yang sama. Dalam keadaan demikian, harus dipakai frasa deskriptif untuk bentuk dan fungsi.

Larson (1984: 166-172) menawarkan tiga bentuk kesepadanan untuk menerjemahkan konsep yang tidak dikenal (asing), yaitu:

a. Padanan dengan memodifikasi kata generik, yang meliputi:

(1) Dimodifikasi dengan ciri bentuk, seperti: harta benda diterjemahkan banyak benda berharga (Mazahua, Meksiko)

(2) Dimodifikasi dengan pernyataan fungsi, seperti: kapal diterjemahkan sesuatu yang dengannya kita dapat berjalan di atas air (Chichimeca Pame, Meksiko)

(3) Dimodifikasi dengan bentuk dan fungsi, seperti: ani-ani diterjemahkan pisau kecil untuk memotong padi, gandum (Inggris)

(4) Dimodifikasi dengan perbandingan, seperti: Kemudi diterjemahkan benda seperti dayung (Sierra Otomi, Meksiko)

b. Padanan dengan memodifikasi kata asing, yang meliputi:

(1) Dimodifikasi dengan penggolong, seperti: merpati diterjemahkan burung yang disebut merpati (Wantoat, papua Nugini)

(2) Dimodifikasi dengan pemerian bentuk, fungsi, atau keduanya, seperti: Imam diterjemahkan imam, orang yang berhubungan dengan sesuatu yang diberikan kepada Allah (Kalinga, Filipina). Kemenyan diterjemahkan minyak yang mahal dan harum yang disebut kemenyan (Aguaruna, Peru)

c. Padanan dengan pengganti kebudayaan, seperti: Kayotes diterjemahkan wolves (Meksiko)

Strategi penerjemahan kata atau frasa asing yang ditawarkan oleh Larson di atas, hanya cocok dengan jenis naskah naratif atau deskriptif. Naskah puisi memerlukan pola penerjemahan lain karena pemakaian katanya hemat dan ringkas.

Selanjutnya, Newmark (1988: 81-93) menawarkan prosedur penerjemahan secara umum, yaitu pentrasferan, naturalisasi, padanan budaya, padanan fungsi, padanan deskriptif, sinonim, terjemahan langsung, transposisi, modulasi, terjemahan dikenal, kompensasi, eduksi dan ekspansi, parafrasa, pencatatan, dan penambahan. Prosedur penerjemahan yang ditawarkan oleh Newmark juga dapat menjadi acuan bagi penerjemah untuk konsep-konsep yang tidak dikenal dalam bahasa penerima. Prosedur itu bersifat umum. Artinya, belum dimaksudkan untuk jenis naskah tertentu. Namun, sejauhmana prosedur itu diimplementasikan oleh penerjemah dalam menerjemahkan konsep-konsep yang tidak dikenal dia juga tidak secara spesifik menawarkan untuk jenis naskah apa prosedur itu dan belum diketahui bagaimana. Menurut Baker (1992) strategi penerjemahan untuk kata/ungkapan yang tidak dikenal dalam bahasa penerima meliputi:
a.
Penerjemahan dengan menggunakan kata yang lebih umum.

Strategi ini adalah strategi yang paling umum yang dipakai oleh penerjemah untuk mencari padanan dari berbagai macam kata yang tidak memiliki padanan langsung.

b. Penerjemahan dengan menggunakan kata yang lebih netral.

Strategi ini digunakan untuk mengurangi kesan negatif yang ditimbulkan oleh kata dalam bahasa sumber, yang dikarenakan oleh makna yang dimiliki oleh kata dalam bahasa sumber tersebut.

c. Penerjemahan dengan menggunakan pengganti kebudayaan.

Strategi penerjemahan ini adalah dengan mengganti konsep kebudayaan pada bahasa sumber dengan konsep kebudayaan bahasa penerima yang setidaknya memiliki makna yang menyerupai dalam bahasa sumber tersebut.

d. Penerjemahan dengan menggunakan kata serapan atau kata serapan yang disertai dengan penjelasan.

Strategi ini sering digunakan dalam menerjemahkan kata yang berhubungan dengan kebudayaan, konsep moderen dan kata yang tidak jelas maknanya.

e. Penerjemahan dengan parafrase

Strategi ini digunakan ketika konsep yang diungkapkan dalam bahasa sumber memiliki makna kamus dalam bahasa penerima tetapi memiliki bentuk yang berbeda, dan frekwensi kemunculan kata tersebut lebih sering dalam bahasa sumber. Penerjemahan dengan parafrase ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan kata-kata yang berbeda atau menggunakan kalimat untuk mengungkapkan makna kata yang terdapat dalam bahasa sumber.

2.3 Kata Yang Tidak Memiliki Padanan dan Beberapa Strategi Umum Untuk Mengatasinya

Kata yang tidak berpadan adalah apabila kata tersebut dalam bahasa sumber tidak memiliki padanan langsung dalam bahasa target. Jenis dan tingkat kesulitan dalam mencari padanan langsung dari kata tersebut tergantung pada sifat, konteks dan tujuan penerjemahan kata tersebut. Setiap kata yang tidak memiliki padanan langsung memiliki strategi penerjemahan yang berbeda pula.

Berikut ini adalah beberapa jenis permasalahan secara umum mengapa suatu kata dalam bahasa sumber tidak memiliki padanan langsung dalam bahasa penerima:

a. Jika kata tersebut berhubungan dengan kebudayaan.

Kata dalam bahasa sumber kemungkinan akan mengungkapkan sebuah konsep yang sama sekali tidak dikenal dalam kebudayaan bahasa penerima. Konsep tersebut bersifat abstrak atau kongkret, misalnya konsep yang berhubungan dengan kepercayaan keagamaan, adat istiadat dalam masyarakat, jenis makanan, dan sebagainya. Konsep-konsep tersebut digolongkan dalam spesifik-kebudayaan.

b. Jika susunan kata dalam bahasa sumber secara semantik sangat kompleks.

Hal ini sangat umum dalam penerjemahan, dimana kata tunggal yang terdiri dari beberapa morfem yang tunggal kadang-kadang memiliki beberapa makna yang lebih kompleks dibandingkan dengan sebuah kalimat.

c. Jika bahasa penerima tidak memiliki kata yang umum.

d. Jika bahasa penerima tidak memiliki kata yang khusus.

e. Jika terdapat perbedaan perspektif fisik.

Perspektif fisik adalah a) segala sesuatu apakah itu benda atau orang yang berhubungan dengan orang lain atau tempat yang diungkapkan dalam sebuah kata; b) hubungan antara penutur dalam wacana (tenor).

f. Jika terdapat perbedaan dalam mengungkapkan makna.

Mungkin ada beberapa kata dalam bahasa penerima yang memiliki makna yang sama seperti pada bahasa sumber, namun kata tersebut menggunakan ungkapan yang berbeda.

g. Jika terdapat perbedaan dalam bentuk kata.

Dalam bahasa penerima seringkali tidak ditemukan padanan untuk bentuk kata tertentu dalam bahasa sumber. Misalnya awalan atau akhiran tertentu yang meyertai kata yang membentuk suatu bentuk kata tidak memiliki padanan langsung dalam bahasa penerima.

h. Jika bahasa sumber menggunakan kata serapan.

Penggunaan kata serapan dalam bahasa sumber akan menimbulkan permasalahan dalam penerjemahan, karena mungkin dalam bahasa penerima belum tentu memiliki kata serapan yang bermakna sama.



No comments: